Monday, September 27, 2010

Nabi Muhamad SAW, awalnya, pekerjaan dan pekahwinannya dgn Siti Khadijah

Juga orang berselisih pendapat mengenai tugas yang dipegang
Muhammad dalam perang itu. Ada yang mengatakan tugasnya
mengumpulkan anak-anak panah yang datang dari pihak Hawazin
lalu di berikan kepada pakcik2nya untuk dibalikkan kembali
kepada pihak lawan.Yang lain lagi berpendapat, bahwa dia
sendiri yang memanah. Tetapi, selama peperangan
tersebut telah berlangsung sehingga empat tahun, maka kebenaran
kedua pendapat itu dapat saja diterima. Mungkin pada mulanya
ia mengumpulkan anak-anak panah itu untuk pakcik2nya dan
kemudian dia sendiripun menjadi pemanah. Beberapa tahun
sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang
Fijar itu dengan berkata:  "Aku mengikutinya bersama dengan
pakcik2ku, juga menjadi pemanah dalam perang itu,
sebab aku tidak suka kalau tidak ikut melaksanakan."


Sesudah Perang Fijar Quraisy merasakan sekali bencana yang
menimpa mereka dan menimpa Mekah seluruhnya, yang disebabkan
oleh perpecahan, sesudah Hasyim dan 'Abd'l-Muttalib wafat, dan
masing-masing pihak berkeras mau jadi yang  berkuasa. Kalau
tadinya orang-orang Arab itu menjauhi, sekarang mereka berebut
mau berkuasa.Atas anjuran Zubair bin 'Abd'l-Muttalib di rumah
Abdullah bin Jud'an diadakan pertemuan dengan mengadakan
jamuan makan, dihadiri oleh keluarga-keluarga Hasyim, Zuhra
dan Taym. Mereka sepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha
Pembalas, bahwa Tuhan akan berada di pihak yang teraniaya
sampai orang itu di beri pertolongan. Muhammad menghadiri pertemuan itu
yang oleh mereka disebut Hilf'l-Fudzul.  Ia mengatakan,  "Aku
tidak suka  mengganti fakta yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an
itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak
pasti kutunaikan."


Seperti kita lihat, Perang Fijar itu berlangsung hanya
beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat
Arab kembali menjalankan pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya
peperangan, yang menggores dalam hati mereka, tidak akan
menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan
riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan
hiburan sepuas-puasnya


Adakah juga Muhammad ikut serta dengan mereka dalam hal ini?
Ataukah sebaliknya perasaannya yang halus, kemampuannya yang
terbatas serta asuhan pakciknya membuatnya jadi menjauhi semua
itu, dan melihat segala kemewahan dengan mata bernafsu tapi
tidak mampu? Bahwasanya dia telah menjauhi semua itu, sejarah
cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena
tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran
Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam
kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu.
Bahkan di antaranya lebih gila lagi dari pembesar2  Mekah
dan bangsawan2 Quraisy dalam menghanyutkan diri ke
dalam kesenangan sedemikian itu.


Akan tetapi jiwa Muhammad adalah jiwa yang ingin melihat,
ingin mendengar, ingin mengetahui. Dan seolah tidak ikut
sertanya ia belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari
anak2 bangsawan  menyebabkan ia lebih keras lagi ingin
memiliki pengetahuan. Karena jiwanya yang besar, yang kemudian
pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia, jiwa besar yang
selalu mendambakan kesempurnaan, itu jugalah yang menyebabkan
dia menjauhi berfoya2, yang biasa menjadi sasaran utama
penduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir
dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya
hanya dengan dasar kebenaran.Kenyataan ini dibuktikan oleh
julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada
dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala
kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah nampak,
sehingga penduduk Mekah semua  memanggilnya  Al-Amin  (artinya
yang dapat dipercayai ).


Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir,ialah
pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya
itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing
penduduk Mekah.Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat
yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia
berkata: "Nabi-nabi yang diutus Allah  itu gembala kambing."
Dan  katanya lagi: "Musa diutus, dia gembala kambing, Daud
diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing
keluargaku di Ajyad."


Gembala kambing yang berhati terang itu,dalam udara yang
bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam
sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk
pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam
demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua
itu. Dalam pelbagai manifestasi alam ia mencari suatu
penafsiran tentang penciptaan semesta ini.Ia melihat dirinya
sendiri.Kerana hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia
melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah
juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian bererti
kematian?  Bukankah ia dihidupkan oleh sinar matahari,
bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya  berhubungan  dengan
bintang-bintang  dan  dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan
semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan
satu  dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan,
Matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan
mendahului siang. Apabila kelompok kambing yang ada di depan
Muhammad itu  memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya
jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan
sampai - selama tugasnya di pedalaman itu  - ada domba yang
sesat, maka kesedaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan
alam yang begitu kuat ini?


Pemikiran dan pemenungan demikian membuat ia jauh dari segala
pemikiran nafsu manusia duniawi.Ia berada lebih tinggi dari
itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas
di hadapannya. Oleh kerana itu, dalam perbuatan dan
tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala noda, nama
yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang
begitu adanya: Al-Amin.


Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya
kemudian, bahwa ketika itu ia sedang  menggembala kambing
dengan seorang kawannya. Pada suatu hari hatinya berkata,
bahwa ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal
ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa  ia
ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di
gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing
ternaknya itu.Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya
tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat
itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada  malam berikutnya
datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar
olehnya irama muzik yang indah, seolah turun dari langit. Ia
duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.


Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya penarik Mekah itu
terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan
renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya  penarik yang
kita gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang
martabatnya jauh di bawah Muhammad?


Karena itu ia terhindar dari cacat.Yang sangat terasa benar
nikmatnya, ialah bila ia sedang berpikir atau merenung. Dan
kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan bekerja
sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara
hidup yang  membawa kekayaan berlimpah-limpah baginya. Dan
memang tidak pernah Muhammad mempedulikan hal itu.Dalam
hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala pengaruh
dunia .Apa gunanya ia mcngejar itu padahal sudah menjadi
bawaannya ia tidak pernah tertarik? Yang diperlukannya dalam
hidup ini asal dia masih dapat menyambung hidupnya.


Bukankah dia juga yang pernah berkata: "Kami adalah golongan
yang hanya makan bila merasa lapar, dan bila sudah makan tidak
sampai kenyang?" Bukankah dia juga yang sudah dikenal orang
hidup dalam kekurangan selalu dan minta supaya orang
bergembira menghadapi penderitaan hidup? Cara orang mengejar
harta dengan serakah  hendak memenuhi hawa nafsunya, sama
sekali tidak pernah  dikenal Muhammad selama hidupnya.
Kenikmatan jiwa yang paling besar, ialah merasakan adanya
keindahan alam ini dan mengajak orang merenungkannya. Suatu
kenikmatan besar, yang  hanya sedikit saja dikenal orang.
Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya
yang mula-mula  yang  telah diperlihatkan dunia sejak masa
mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang
mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini
dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam
kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian
adik beradiknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta
kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa
yang  kuat, sehingga orang dapat mengetahui bagaimana ia
memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.


Andaikata pada waktu itu Muhammad dibiarkan saja begitu, tentu
takkan tertarik ia kepada harta. Dengan keadaannya itu ia akan
tetap bahagia, seperti halnya dengan gembala-gembala pemikir,
yang telah menggabungkan alam ke dalam diri mereka dan telah
pula mereka berada dalam pelukan kalbu alam.


Akan tetapi Abu Talib pakciknya - seperti sudah disebutkan
tadi  -hidup miskin dan banyak anak. Dari saudaranya itu ia
mengharapkan akan dapat memberikan tambahan rezeki yang akan
diperoleh dari pemilik2 kambing yang kambingnya
dijaganya. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa Khadijah
binti Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan
perdagangannya. Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang
kaya dan dihormati, mengupah orang yang akan memperdagangkan
hartanya itu. Berasal dari Keluarga (Banu) Asad, ia  bertambah
kaya setelah dua kali ia kawin dengan  keluarga Makhzum,
sehingga dia menjadi seorang penduduk Mekah yang terkaya. Ia
menjalankan dagangannya itu dengan bantuan ayahnya Khuwailid
dan beberapa orang  kepercayaannya. Beberapa pemuka Quraisy
pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka itu
melamar hanya karena  memandang hartanya. Sungguhpun begitu
usahanya itu terus dikembangkan.


Tatkala Abu Talib mengetahui, bahwa Khadijah sedang menyiapkan
perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam, ia
memanggil anak saudara  -  yang ketika itu sudah berumur
dua puluh lima tahun.


"Anakku," kata Abu Talib, "aku bukan orang berpunya. Keadaan
makin  menekan kita juga. Aku  mendengar, bahwa  Khadijah
mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi aku tidak
setuju kalau akan  mendapat upah semacam itu juga. Setujukah
kau kalau hal ini kubicarakan dengan dia?"


"Terserah pakcik," jawab Muhammad.


Abu Talib pun pergi mengunjungi Khadijah:


"Khadijah,setujukah kau mengupah Muhammad?" tanya Abu Talib.
"Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta
Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor."


"Kalau  permintaanmu  itu buat orang yang jauh dan tidak
kusukai,  akan  kuturutkan, apalagi buat orang yang dekat dan
kusukai." Demikian jawab Khadijah.


Kembalilah si pakcik kepada anak saudaranya, " Tuhan
memberkati kepadamu," katanya.


Setelah mendapat nasihat pakcik2nya Muhammad pergi dengan
Maisara, budak Khadijah.Dengan mengambil jalan padang pasir
kafilah  itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui
Wadi'l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang
dulu pernah dilalui Muhammad dengan pakciknya Abu Talib tatkala
umurnya baru dua belas tahun.


Perjalanan  sekali  ini telah menghidupkan kembali kenangannya
tentang perjalanan yang pertama dulu itu. Hal ini menambah  dia
lebih  banyak  bermenung, lebih banyak berpikir tentang segala
yang pernah dilihat, yang pernah didengar sebelumnya:  tentang
peribadatan  dan kepercayaan-kepercayaan  di  Syam  atau  di
pasar-pasar sekeliling Mekah.


Setelah sampai di Bushra ia bertemu dengan agama Nasrani Syam.
Ia  bicara  dengan  rahib-rahib dan pendeta-pendeta agama itu,
dan seorang rahib Nestoria juga mengajaknya bicara. Barangkali
dia  atau  rahib-rahib  lain  pernah  juga  mengajak Muhammad
berdebat  tentang  agama  Isa,  agama  yang  waktu  itu  sudah
berpecah-belah  menjadi  beberapa  golongan  dan bahagian2
seperti sudah kita uraikan di atas.


Dengan kejujuran  dan  kemampuannya  ternyata  Muhammad mampu
benar  memperdagangkan  barang-barang  Khadijah, dengan cara
perdagangan yang  lebih banyak  menguntungkan daripada yang
dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan sikap
yang  manis  dan  perasaannya  yang  luhur  ia  dapat  menarik
kecintaan  dan  penghormatan  Maisara  kepadanya. Setelah tiba
waktunya mereka akan kembali,  mereka  membeli  segala  barang
dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah.


Dalam  perjalanan  kembali  kafilah itu singgah di
Marr'-z-Zahran. Ketika itu Maisara   berkata: "Muhammad,
cepat-cepatlah  kau    menemui  Khadijah dan ceritakan
pengalamanmu. Dia akan mengerti hal itu."


Muhammad berangkat dan tengah hari sudah sampai di Mekah.
Ketika itu Khadijah sedang berada di ruang  atas. Bila
dilihatnya Muhammad di atas unta dan sudah memasuki halaman
rumahnya. ia turun dan menyambutnya. Didengarnya Muhammad
bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang
perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga
mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah  gembira
dan tertarik sekali mendengarkan. Sesudah itu Maisarapun
datang pula yang lalu bercerita juga tentang Muhammad, betapa
halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini
menambah pengetahuan Khadijah di samping yg sudahdiketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.


Dalam  waktu  singkat saja kegembiraan  Khadijah ini telah
berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia - yang sudah  berusia
empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran
pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy - tertarik  juga
hatinya mengahwini  pemuda  ini, yang tutur kata dan pandangan
matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia  membicarakan hal
itu kepada saudaranya yang  perempuan - kata sebuah sumber,
atau dengan sahabatnya, Nufaisa  bint  Mun-ya  -  kata  sumber
lain. Nufaisa pergi menyayangi Muhammad seraya berkata: "Kenapa
kau tidak mau kahwin?"


"Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkahwinan,"  jawab
Muhammad.


"Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta,
terhormat dan memenuhi syarat,tidakkah akan kau terima?"


"Siapa itu?"


Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah."


"Dengan cara bagaimana?" tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri
berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi
memikirkan soal perkahwinan, mengingat Khadijah sudah menolak
permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.


Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal
itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak  lama
kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri
oleh pakcik2 Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga
Khadijah utk menentukan hari perkahwinan.


Kemudian perkahwinan itu berlangsung dengan diwakili oleh pakcik
Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah
meninggal sebelum Perang  Fijar. Hal ini dengan sendirinya
telah membantah apa yang biasa dikatakan, bahwa ayahnya ada
tapi  tidak menyetujui perkahwinan itu dan bahwa Khadijah telah
memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan begitu
perkahwinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan.


Di  sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad.
Dimulainya kehidupan itu sebagai  suami-isteri  dan  ibu-bapa,
suami-isten  yang  harmonis  dan sedap dari kedua belah pihak,
dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya  kehilangan
anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan
ibu-bapa semasa ia masih kecil.


Catatan kaki:


1 Muhammad atau Mahmud artinya yang terpuji (A).
  
2 Abwa' ialah sebuah desa antara Medinah dengan Juhfa,
   jaraknya 23 mil (37 km) dari Medinah.
  
3 Al-Mu'allaqat nama yang diberikan kepada tujuh buah kumpulan
   puisi Arab pra Islam yang dianggap terbaik, oleh tujuh
   penyair: Imr'l-Qais, Tarafa, Zuhair, Labid, 'Antara, 'Amr ibn
   Kulthum dan Harith ibn Hilizza. Mu'allaqat berarti 'yang
   digantungkan' yakni sajak-sajak yang ditulis dengan tinta emas
   (almudhahhab) di atas kain lina (A).
  
4 Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku